Publikasi Penghitungan Suara Tutup Celah Ubah Suara
Komisioner KPU RI, Hadar Nafis Gumay. (kpu.go.id) |
Transparansi pilkada tentunya tidak sebatas pada hasilnya saja. Semua tahapan pilkada mulai dari pemutakhiran data pemilih, pencalonan, sengketa tata usaha Negara pemilihan, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara serta rekapitulasi suara merupakan objek transparansi yang dapat dicermati oleh publik.
Komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay mengungkapkan, aspek transparansi merupakan salah satu tolok ukur kualitas pemilu/pilkada. Oleh karena itu, dalam penyelenggaran pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah serentak 2015, KPU akan kembali menerapkan kebijakan open data pilkada seluas-luasnya dan secepat-cepatnya kepada masyarakat.
“Sejumlah data yang akan kita berikan itu bentuknya dalam format open file, yakni data yang terbuka dapat diolah lebih lanjut oleh semua pihak,” kata Hadar saat ditemui di ruang kerjanya, Senin lalu, seperti yang dikutip Lnews.co dari situs kpu.go.id, Sabtu (5/12).
Hadar menerangkan pada dasarnya, proses pemilu di Indonesia saat ini sudah sangat terbuka. Terlebih pada saat pemungutan dan penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS). Keterbukaan tersebut, lanjut Hadar, telah mendapat pengakuan dari berbagai pihak, baik pada level nasional maupun internasional.
“Saya kira satu yang bisa menjadi kebanggaan dari pemilu kita, baik secara nasional maupun internasional, bahwa pihak internasional sangat mengakui proses pemungutan dan penghitungan suara kita adalah proses yang sangat terbuka,” ungkap Hadar.
Keterbukaan dalam pemungutan dan penghitungan suara, terang Hadar, dapat dilihat dari kewenangan para saksi dari pasangan calon, pengawas dan pemantau untuk mengikuti proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Pengawasan juga berlangsung secara ketat karena selain Pengawas Pemilihan Lapangan (PPL) yang berkedudukan di tingkat desa/kelurahan, Panitia Pengawas Pemilihan (panwaslih) juga menempatkan satu orang pengawas di setiap TPS.
“Para saksi dari masing-masing pasangan calon, sepanjang mereka menyerahkan surat mandat dari pasangan calon atau tim kampanye pasangan calon tingkat kabupaten/kota dapat hadir dan mengikuti proses pemungutan dan penghitungan suara TPS. Sekarang juga ada pengawas di tingkat TPS, selain PPL di tingkat desa/kelurahan. Jadi sistem pengawasannya sudah berlapis sehingga peluang untuk melakukan kecurangan sangat kecil,” terang Hadar.
Selain itu, KPU memberi akses kepada pemantau pemilu/pilkada untuk hadir di TPS. Masyarakat luas juga demikian. Mereka dapat menyaksikan proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS.
“Kami juga menyedian fomulir C1 plano berukuran cukup besar yang berisi catatan hasil penghitungan perolehan suara masing-masing pasangan calon di TPS. Semua orang bisa menyaksikannya dengan jelas,” ujar Hadar.
Setelah proses pemungutan dan penghitungan suara di tingkat TPS selesai, anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) melakukan pemeriksaan dan penandatanganan semua dokumen hasil penghitungan suara tersebut. KPPS memberi kesempatan kepada semua pihak untuk mendokumentasikannya baik dalam bentuk foto maupun video.
“Hal-hal teknis yang demikian kita atur dalam peraturan dan petunjuk teknis. Semakin banyak masyarakat tahu tentang hasil pilkada di suatu TPS dan mereka bisa memotret, merekam dan sebagainya, mereka akan bisa menyebarluaskan di jaringan mereka sendiri, terserah akan disebarkan di mana, sekarang kan sudah banyak media sosial. Dengan demikian, proses kontrol juga bisa tercipta,” ujarnya.
Publikasi hasil pilkada berbasis hasil penghitungan suara di TPS akan menutup celah pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk mengubah atau mengotak-atik hasil perolehan suara. Kepemilikan informasi hasil pilkada di tangan banyak orang akan menjadi alat yang efektif untuk melakukan kontrol publik terhadap rekapitulasi suara secara berjenjang. (bow/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)
No comments